Dikisahkan Oleh :
Emral Djamal Datuk Rajo Mudo
Dewang Cando Ramowano, Dang Bagindo Rajo Mudo, Tuanku Berdarah Putih, adalah tokoh sejarah, panglima
perang dan pernah jadi Daulat Rajo Alam Minangkabau.
Pada saat serangan bajak dan bajau Cina
datang melanda Tanah Datar yang mengakibatkan Bundo Kanduang dan para mentri
Basa Empat Balainya meninggalkan wilayah ini, karena dikuatirkan akibatnya
dapat menghancurkan kerajaan Pagaruyung maka Pagaruyung diserahkan kepada
Ampanglimo Parang Dang Bagindo Cindua Mato, Dewang Cando Ramowano yang
menghadapi parang basosoh di Padang Gantiang, Tanah Datar.
Cindua Mato saat itu
kewalahan menghadapi serangan musuh sehingga kemudian dapat ditawan Cina
Kuantuang. Dengan tertawannya Cindua Mato, Pagaruyung menjadi kritis, Ulak Tanjuang
Bungo pun menangis, Pusat Pulau Paco akan terbabat habis, sementara Pariangan
Padang Panjang tidak punya inisiatif.
Berita tertawannya Cindua Mato sampai ke Ranah Sikalawi, kepada Tuanku Bagindo
Rajo Mudo adik kandung Bundo Kanduang Puti Panjang Rambut, ayah Puti Reno
Kemuning Mego yang berkedudukan di istana Sialang Koto Rukam, Ranah Sikalawi.
Tuanku Bagindo Rajo Mudo lalu mengirim pasukan khusus untuk melepaskan kembali
Dewang Cando Ramowano dari tawanan Cina Kuantuang.
Kondisi prihatin yang
terjadi di Pagaruyung menyebabkan Cindua Mato kembali pulang ke Pagaruyung
Minangkabau. Dan tak ada pilihan lain, mahkota yang ditinggalkan Dang Tuanku
dengan istrinya, serta bersama Bundo Kandung yang meninggalkan istana, akhirnya
dijunjungkan kepada Cindua Mato, oleh Pucuk Nagari Tuo Sungai Tarab yang juga
menjadi mertuanya sendiri, yakni Tuan Titah Alam Minangkabau yang memegang
Pucuk Kelarasan Koto Piliang di Sungai Tarab.
Pada mulanya Cindua Mato
naik nobat dengan memangku gelar warisan Datuk Bandhaharo Putih sebagai Tuan
Titah Dalam Alam, duduk bersama istri Puti Reno Marak Ranggo Dewi, salah
seorang dari putri kembar Pucuk Nagari Sungai Tarab, Tuan Titah yang Tua.
Sedangkan putri yang satu lagi yakni Puti Reno Marak Ranggowani dikawinkan dan
duduk bersanding dengan Tuanku Rajo Buo, Rajo Adat Rajo Jauhari di Buanopuro.
Kemudian ternyata Cindua
Mato punya beberapa orang istri dari daerah taklukan dan kekuasaannya disamping
istrinya yang di Sungai Tarab juga ada di Bengkulu,Tanah Sangiang, dan
Indrapura dan punya keturunan sampai sekarang. Cindua Mato wafat dan dikuburkan
di Lunang yang setelah perang usai menyusul Bundo Kandung dan Dang Tuanku yang
lebih dahulu berada di sana.