Kamis, 09 Juli 2020

MENGUNGKAP!! RAHASIA BESI



Besi adalah unsur kimia dengan simbol Fe (dari bahasa Latin: ferrum) dan nomor atom 26. Merupakan logam dalam deret transisi pertama.[3] Ini adalah unsur paling umum di bumi berdasarkan massa, membentuk sebagian besar bagian inti luar dan dalam bumi. Besi adalah unsur keempat terbesar pada kerak bumi. Kelimpahannya dalam planet berbatu seperti bumi karena melimpahnya produksi akibat reaksi fusi dalam bintang bermassa besar, di mana produksi nikel-56 (yang meluruh menjadi isotop besi paling umum) adalah reaksi fusi nuklir terakhir yang bersifat eksotermal. Akibatnya, nikel radioaktif adalah unsur terakhir yang diproduksi sebelum keruntuhan hebat supernova. Keruntuhan tersebut menghamburkan prekursor radionuklida besi ke angkasa raya.

Seperti unsur golongan 8 lainnya, besi berada pada rentang tingkat oksidasi yang lebar, −2 hingga +6, meskipun +2 dan +3 adalah yang paling banyak. Unsur besi terdapat dalam meteorit dan lingkungan rendah oksigen lainnya, tetapi reaktif dengan oksigen dan air. Permukaan besi segar tampak berkilau abu-abu keperakan, tetapi teroksidasi dalam udara normal menghasilkan besi oksida hidrat, yang dikenal sebagai karat. Tidak seperti logam lain yang membentuk lapisan oksida pasivasi, oksida besi menempati lebih banyak tempat daripada logamnya sendiri dan kemudian mengelupas, mengekspos permukaan segar untuk korosi.

Logam besi telah digunakan sejak zaman purba, meskipun paduan tembaga, yang memiliki titik lebur lebih rendah, yang digunakan lebih awal dalam sejarah manusia. Besi murni relatif lembut, tetapi tidak bisa didapat melalui peleburan. Materi ini mengeras dan diperkuat secara signifikan oleh kotoran, karbon khususnya, dari proses peleburan. Dengan proporsi karbon tertentu (antara 0,002% dan 2,1%) menghasilkan baja, yang lebih keras dari besi murni, mungkin sampai 1000 kali. Logam besi mentah diproduksi di tanur tinggi, di mana bijih direduksi dengan batu bara menjadi pig iron, yang memiliki kandungan karbon tinggi. Pengolahan lebih lanjut dengan oksigen mengurangi kandungan karbon sehingga mencapai proporsi yang tepat untuk pembuatan baja. Baja dan paduan besi berkadar karbon rendah bersama dengan logam lain (baja paduan) sejauh ini merupakan logam yang paling umum digunakan oleh industri, karena lebarnya rentang sifat-sifat yang didapat dan kelimpahan batuan yang mengandung besi.

Senyawa kimia besi memiliki banyak manfaat. Besi oksida dicampur dengan serbuk aluminium dapat dipantik untuk membuat reaksi termit, yang digunakan dalam pengelasan dan pemurnian bijih. Besi membentuk senyawa biner dengan halogen dan kalsogen. Senyawa organologamnya antara lain ferosen, senyawa sandwich pertama yang ditemukan.

Besi memainkan peranan penting dalam biologi, membentuk kompleks dengan oksigen molekuler dalam hemoglobin dan myoglobin; kedua senyawa ini adalah protein pengangkut oksigen dalam vertebrata. Besi juga logam pada bagian aktif sebagian besar enzim redoks yang berperan dalam respirasi seluler serta oksidasi dan reduksi dalam tumbuhan dan hewan.

Besi Kersani adalah istilah yang sering digunakan di dalam mantra (Indonesia dan Malaysia) terutama di dalam budaya Melayu. Di dalam bahasa Minangkabau besi kersani disebut sebagai basi karasani. Istilah besi kersani ini juga tertulis di dalam Alkitab di Kitab Yeremia 15:12 versi Terjemahan Lama, yang berbunyi: "Adakah besi yang dapat memecahkan besi dari utara, yaitu besi kersani?". Selain itu istilah ini dicatat juga dalam 2 Samuel 22:35, Ayub 20:24, Mazmur 18:34 (versi Terjemahan Lama). Dalam Terjemahan Baru istilah yang dalam bahasa aslinya "nachushah" ini diterjemahkan menjadi tembaga

Istilah kuraisani (bahasa Melayu lama untuk kersani) ini juga terdapat di dalam Naskah Melayu tua yang ditemukan di Tanjung Tanah, Kabupaten Kerinci yang berisi tentang undang-undang dari Raja Aditiawarman untuk daerah tersebut

Jika melihat dari bahasanya, besi kersani ( besi kursani, qursani, khurasani, khursani) mungkin berasal dari kata khurasan atau khorasan, suatu kawasan yang meliputi bagian dari Iran, Afganistan, Tajikistan, Turkmenistan dan Uzbekistan. Di kawasan ini dahulunya dihasilkan pedang dengan kualitas besi yang sangat bagus dan kuat. Kekuatan besi inilah yang kemudian diibaratkan menjadi kekuatan batin di dalam tubuh oleh pengamal ilmu batin.

Rabu, 08 Juli 2020

"PANGERAN H.UMAR MACAN GERILYA JAMBI “HILANG TAK DI CARI, MATI TAK DIKENANG”

Penuulis :

M. Ali Surakhman

 

PERANG  KERINCI TAHUN 1901 – 1903

 

         Diperkirakan sejak masa pengaruh Hindu-Budha, Kerinci telah mempunyai hubungan dengan daerah sekitarnya. Perhubungan itu puncaknya pada abad 19 sekitar tahun 1815, ketika Belanda berhasil menduduki Muko-Muko dan Indrapura. Belanda tertarik dan berusaha untuk memasuki daerah Kerinci yang kaya akan hasil buminya. Belanda berupaya mencari jalan ke Kerinci. Mula-mula pada tahun 1900 dari Muko-Muko dikirim sepasukan Belanda mengadakan patroli di Bukit Setinjau Laut. Di puncak Gunung Raya Belanda mendirikan sebuah pesanggrahan dan memasang satu tanda sebagai peringatan kedatangan mereka.

         Setelah diketahui adanya Belanda akan menyerang Kerinci, maka rakyat Kerinci menjadi gempar dan marah, karena orang Belanda yang datang itu dianggap kafir. Penduduk Kerinci 100% penganut Islam, tentu kedatangan Belanda tidak disukai. Utusan Belanda dipimpin oleh Imam Marusa dan Imam Mahdi  antara Lempur dan Lolo dicegat oleh para hulubalang Kerinci di bawah pimpinan Depati Parbo dari Lolo dan Depati Agung di Lempur. Imam Marusa dan Imam Mahdi dibunuh di tempat tersebut. Dengan alasan terbunuhnya utusan tersebut, Belanda bersiap untuk menyerang Kerinci. Kedatangan mereka telah diketahui oleh seluruh hulubalang di Kerinci yang telah mempersiapkan pertahanan untuk menyambut kedatangan pasukan Belanda. Percegatan terjadi ketika hulubalang sebanyak lebih kurang 18 orang mengadakan patroli ke Renah Manjuto. Kekuatan Belanda berjumlah lebih kurang 300 orang. Pertempuran pertama di Renah Manjuto berkecamuk antara hulubalang Kerinci dengan pasukan Belanda di bawah pimpinan Depati Parbo. Benteng pertahanan Depati Parbo terletak di sebelah Selatan Desa Lempur Mudik menghadap ke Renah Menjuto. Korban dipihak Belanda banyak sekali sehingga mereka gagal memasuki Kerinci. Ketika itulah pada tahun 1901 Perang Kerinci melawan penjajahan Belanda dimulai.

Di bawah pemerintahan G.G. Van Hents tahun 1900 Belanda berusaha mencari jalan ke Kerinci, yaitu dengan mempergunakan pengaruh Tuanku Regen Indrapura. Bujuk rayu Belanda terhadap Tuanku Ragen Indrapura tidak mampan. Pada bulan Oktober 1901 (Catatan St. Iradat keponakan Tuanku Regen) Kumendur H.K Manupasya bersama asisten Residen Kooreman, minta agar Tuanku Regen membujuk para Depati dan hulubalang Kerinci mau menerima Pemerintahan Belanda. Kemenakan Tuanku Regen bernama Sutan Irdat dengan 17 orang hulubalangnya datang ke Kerinci, terus ke Hamparan Besar di Rawang. Sementara itu pasukan Belanda sebanyak 120 orang telah berada di Indrapura, bersiap-siap untuk menyerang Kerinci. Namun para Depati dan hulubalang Kerinci, telah bertekad untuk mempertahankan daerahnya sampai titik darah terakhir. Bulan Maret 1902 pasukan Belanda sebanyak 500 orang di bawah komando Kapten Bolmar mendarat di Muaro Sakai. Tuanku Regen diajak ikut serta, sebenarnya maksud Belanda adalah sebagai pemandu penunjuk jalan masuk ke Kerinci. Serangan Belanda secara serentak memasuki Kerinci dilakanakan dari tiga jurusan :

1.      dari Renah Manjuto;

2.      dari Koto Limau Sering;

3.      dari Temiai.

 

         Para hulubalang Kerinci telah bersiap-siap menyambut kedatangan pasukan Belanda. Perang hebat terjadi pada ke tiga tempat tersebut yaitu di Renah Manjuto, Koto Limau Sering dan Temiai. Banyak korban tewas dipihak Belanda, para depati dan hulubalang Kerinci juga banyak pula syahid. Setelah Koto Limau Sering dikuasai, pasukan Belanda turun memasuki ke lembah Kerinci. Terjadi Perang di Talang Tehentak, disusul dengan peperangan dimana-mana seperti di Rawang, Hiang, Pulau Tengah dan Debai. Pertempuran di Lolo, Lempur dan Renah Manjuto dipimpin oleh Depati Parbo dan pertempuran di Temiai dipimpin oleh Depati Menti.

         Dalam perang di Pulau Tengah yang dipimpin oleh seorang ulama terkenal masa itu yakni Haji Ismail dan wakilnya Haji Husin, telah bergabung pula para hulubalang dari dusun-dusun lainnya di Kerinci. Itulah sebabnya dalam sejarah perang Kerinci, pertempuran di dusun ini merupakan pertempuran yang tersengit dan terlama (lebih kurang 3 bulan). Pulau Tengah diserang oleh Belanda sejak tanggal 27 Maret 1902 dari 3 jurusan, yaitu:

1.      dari jurusan Timur; Sanggaran Agung – Jujun;

2.      dari Jurusan Utara; Batang Merao - Danau Kerinci;

3.      dari Jurusan Barat; Semerap - Lempur Danau.

          Berkali-kali serangan dilancarkan oleh pasukan Belanda ke Pulau Tengah tetapi selalu gagal. Setelah mendapat bantuan pasukan dan persenjataan dari Padang pasukan Belanda melancarkan serangan yang lebih hebat lagi. Menurut laporan yang disusun oleh A.Ph Van Aken, kontrolir pemerintah dalam negeri, dengan bantuan biro Ensiklopedi yang dikeluarkan di Batavia tahun 1915, setelah serangan Belanda yang gagal terhadap Pulau Tengah tanggal 19 Juli 1903 banyak para pejuang dari Kerinci Selatan yang mengalir bergabung di negeri ini pasti melakukan perang suci (Sabilillah) sampai kekuatan penghabisan.

Serangan terakhir untuk merebut Pulau Tengah dilakukan Belanda pada tanggal 9 – 10 Agustus 1903 dengan membakar Dusun Baru, perlawanan rakyat dapat mereka selesaikan. Dalam tulisannya yang berjudul “De Expeditie naar Korintji in 1902 – 1903; imperialisme of ethische politiek, (1897)”, H.J. Van der Tholen mengatakan bahwa dalam perang ini telah tewas 6 orang pasukan Belanda (diantaranya 3 orang perwira), 40 orang luka-luka berat dan ringan. Pembakaran Dusun Baru mengakibatkan 300 orang hangus terbakar, kebanyakan anak-anak, ibu rumah tangga dan para orang tua yang tidak berdaya. Jika Depati Parbo tertangkap, pejuang di Pulau Tengah telah bersumpah berjuang sampai tetesan darah terakhir. Pejuang-pejuang tersebut tidak satupun yang tertangkap atau menyerah, mereka banyak yang tewas dalam pertempuran.  Haji Ismail yang selamat dalam kebakaran, disembunyikan penduduk di hutan dekat Pancuran Rayo, sedangkan Haji Husin dan beberapa orang kawannya menyingkir ke Singapura.

Setelah Pulau Tengah jatuh ketangan Belanda tanggal 10 Agustus 1903, yang mana pada hakekatnya perang Kerinci telah selesai, namun perlawanan kecil-kecilan masih terjadi di sana– sini. Terakhir pasukan Belanda melanjutkan serangan ke Lolo, markas panglima Perang Kerinci Depati Parbo. Pertempuran selama 5 hari disini, dan akhirnya Belanda dapat membujuk Depati Parbo mengadakan perundingan damai. Dalam peruningan inilah Depati Parbo ditangkap dan dibuang ke Ternate, Setelah Kerinci aman pada tahun 1927, atas permohonan Kepala-kepala Mendapo di Kerinci kepada Pemerintah Belanda, Depati Parbo dibebaskan dan kembali ke Kerinci.

Pada awal 1906 Pangeran Haji Umar dan saudaranya Pangeran Jaya Kusuma yang mengungsi dari Jambi tiba di Kerinci, mereka disambut oleh rakyat Kerinci yang tidak senang kepada Belanda. Dengan bermarkas di Pungut.

Pada tahun 1906 terjadi pertempuran di Sanggaran Agung (Kerinci) pasukan Jambi yang dipimpin oleh Pangeran Haji Umar bersama saudaranya Pangeran Seman Jaya Negara. Banyak korban dipihak Belanda akibat serangan tersebut dan banyak pula senjata Belanda yang dapat dirampas. Serangan tersebut merupakan serangan terakhir sebagai pembalasan terhadap ditangkapnya Depati Parbo salah seorang panglima perang Kerinci yang kemudian dibuang Belanda ke Ternate. Di Semerap terdapat markas gabungan pasukan Jambi dan hulubalang Kerinci yang dinamai Renah Pangeran, sebanyak 3 orang pimpinannya diantaranya Ali Akbar dari Jujun ditangkap Belanda dan dibuang ke Ternate.

 Menjelang akhir abad 19 Belanda menambah kekuatannya dengan mendatangkan pasukan dari Palembang, Jawa, dan Aceh ke Jambi. Mengantisipasi serangan Belanda, Sultan Thaha Syaifuddin menyusun strategi dengan membagi wilayah pertahanan, yaitu: 1) Raden Mat Tahir ditetapkan sebagai panglima perang yang wilayahnya meliputi Jambi Kecil, Air Hitam Darat, Ulu Pijoan, Pematang Lumut, Bulian Dalam, Ulu Pauh, Payo Siamang, Jelatang, dan Pijoan; 2) Pangeran Haji Umar Bin Yasir bergelar Pangeran Puspojoyo wilayahnya meliputi Batang Tembesi hingga Kerinci; dan Sultan Thaha Syaifuddin bersama Raden Hamzah gelar Diponegoro wilayahnya meliputi Batanghari dan Tembesi. 


Strategi yang disusun Sultan Thaha Syaifuddin tidak berlangsung lama karena beberapa pimpinan tewas atau tertawan, seperti Sultan Thaha Syaifuddin sendiri tewas di Betung Bedara pada 27 April 1904; Pangeran Ratu Kartaningrat ditangkap Belanda dan diasingkan ke Parigi, Sulawesi Tengah; Depati Parbo dari Kerinci ditangkap dan diasingkan ke Ternate; Pangeran Haji Umar Puspowijoyo dan Pangeran Seman Jayanegara tewas di Pemunyian, Bungo di tahun 1906; Ratumas Sina di tahun 1906 ditangkap di Pemunyian; Raden Hamzah tewas di tahun 1906 di Lubuk Mengkuang; dan tahun yang sama Raden Pamuk ditangkap di Thehok, Jambi.
Raden Mat Tahir yang kerap kali berhasil meloloskan diri dari sergapan pasukan Belanda disebutkan sebagai seorang yang keras kepala, tidak mudah ditaklukan, seorang lawan yang gesit, dan ditakuti. Pemerintah Belanda melalui residen di Palembang  memerintahkan pasukan marsose untuk menangkap Raden Mat Tahir hidup atau mati. Pengejaran terhadap Raden Mat Tahir pun ditingkatkan dan dengan dibantu seorang Kapten Melayu kedudukan Raden Mat Tahir di Muarojambi diserang. Serangan ini selain menewaskan Raden Mat Tahir, juga Raden Achmad gelar Raden Pamuk Kecik, dan Pak Gabuk, salah seorang pengawal Raden Mat Tahir.
Untuk memastikan kebenaran  bahwa yang tewas adalah Raden Mat Tahir, jenazah Raden Mat Tahir dibawa ke Jambi dengan menggunakan kapal "Robert" untuk diperlihatkan pada khalayak ramai. Atas permintaan para pemuka agama Islam, jenazah Raden Mat Tahir dimakamkan di kompleks makam raja-raja di tepi Danau Sipin, Jambi.


SOSOK MACAN GERILYA PANGERAN H. UMAR


https://youtu.be/SB62i4FHUdo

Pangeran H. Umar dikenal sebagai sosok pejuang yang gigih dan pantang menyerah, karena terdesak oleh Belanda, Pangeran H. Umar mundur ke Tanah Tumbuh dan melanjutkan perjalanan ke daerah Pungut Kerinci. Bersama Pangeran Mudo dan beberapa hulubalang dan sejumlah pemuda dari Siulak disatukan untuk menghadapi serangan dan mengusir serdadu Belanda dari Alam Kerinci.

 

Pangeran H. Umar dan  Pangeran Mudo melakukan taktik perang gerilya dimalam hari, di daerah Siulak Pasukan Gerilya ini berhasil mencegat dan menewaskan 9 orang serdadu Belanda, keberanian Pangeran H. Umar dan pejuang-pejuang yang dipimpinnya mengundang simpatik dari para pejuang pejuang Kerinci lainnya, dan para pejuang pejuang itu bergabung untuk menambah kekuatan pejuang ini.

                

Dilain pihak penjajah Belanda merasa cemas dan gerah melihat sepak terjang dan perlawanan yang dilakukan kelompok pejuang Pangeran H. Umar dan Pangeran Mudo. Dengan taktik licik Belanda berkali kali berusaha untuk menangkap Pangeran H. Umar dan Pangeran Mudo, namun niat busuk Belanda tidak dapat terwujud, akhirnya Belanda mengeluarkan sebuah keputusan yang intinya melarang rakyat untuk membantu perjuangan Pangeran H. Umar, bahkan Belanda memberi hukuman kepada rakyat jika di dusun mereka terjadi perlawanan yang dilakukan Pangeran H. Umar, maka Belanda akan menghukum rakyat tersebut dengan menjatuhkan denda yang sangat memberatkan rakyat.

 

Ada beberapa dusun yang dijadikan basis perlawanan pasukan Pangeran H. Umar seperti Dusun Siulak Kecil pernah membayar denda kepada Belanda berupa 11 Ekor kerbau, di Siulak Mukai di denda 11  ekor kerbau, di Semurup F.1.200, Dusun Sungai Abu F.15.000, Dusun Jujun F.1.200, dan sejumlah dusun lainnya. Besarnya denda tergantung dengan kerugian yang diderita Belanda saat melakukan peperangan dengan para pejuang kelompok Pangeran H. Umar, cs.

 

Menurut Sabarudin Akhmad slah satu keturunan Pangeran H.Umar , cerita yang diperoleh dari keluarga yang dituturkan secara turun temurun, diwaktu bersamaan sesungguhnya pribadi Pangeran Haji Umar dan Pangeran Seman sendiri masa itu medapat tekanan batin yang amat berat. Isteri dan anak-anak Pangeran Haji Umar di Pangkalan Jambu Merangin telah ditangkap pasukan marsose Belanda dipimpin Kapiten Kemas Ngebi Yudo Kadir serta diasingkan ke Muara Kumpeh sebagai tawanan perang. Belanda memerintahkan Pangeran Haji Umar dan Pangeran Seman menghentikan serangan dan perlawanan di Alam Kerinci, jika tidak patuh dengan perintah tersebut isteri dan anak-anaknya akan dibantai satu persatu sampai Pangeran Haji Umar dan Pangeran Seman menyerahkan diri. Namun dengan keyakinan penuh, Pangeran Haji Umar dan Pangeran Seman tidak pernah berhenti setapak pun, bagi kedua bersaudara tersebut urusan umur ketentuannya ditangan Allah SWT semata, tidak seorangpun yang dapat memutuskan batasnya dengan itu hanya kepada Allah SWT semata ia serahkan keselamatan isteri dan anak-anaknya. Belanda dan antek-anteknya sungguh-sungguh biadab, tidak berhasil dengan ancamannya, dalam pada itu Kapiten Kemas Ngebi Yudo Kadir merampas isteri muda Pangeran Haji Umar dan menjadikannya sebagai isteri, tidak cukup dengan itu anak perempuan Pangeran Haji Umar dari isteri tua (Dauya Rantau Majo) bernama Ratumas Leha (Zaleha) diculik ketika sedang mandi di jamban dari Muara Kumpeh dan dikawininya secara paksa.

 

Dalam kondisi tekanan batin yang amat sangat berat ditanggung kakak beradik Pangeran Haji Umar dan Pangeran Seman, datang pula sekelompok tokoh masyarakat Alam Kerinci menghadap, yang memaparkan penderitaan rakyat Kerinci. Diceritakan oleh Anggota Tim Peneliti kepahlawan Panglima Perang Kerinci Depati Parbo, bahwa melihat penderitaan yang di alami oleh rakyat, seorang tokoh masyarakat di Dusun Baru Sungai Penuh H. Bakri gelar Depati Simpan Negeri awalnya mendatangi sejumlah tokoh masyarakat di daerah Kemendapoan Semurup dan Depati VII. H. Bakri pada waktu itu mengemukakan kepada para tokoh masyarakat agar tidak usah lagi melakukan perlawanan terhadap Belanda secara terang terangan, hal ini mengingat kondisi persenjataan yang dimiliki Belanda yang lengkap dan  memiliki serdadu yang banyak, jika terus dilakukan perlawanan maka rakyatlah yang paling menderita.

 

Nasehat H. Bakri dapat diterima oleh para hulubalang, dan beberapa utusan hulubalang itulah pada tahun 1906 menyampaikan langsung kepada Pangeran H. Umar yang tengah melakukan pertempuran dengan Belanda di daerah Pungut. Setelah menerima utusan hulubalang yang menyampaikan pesan tokoh-tokoh masyarakat, maka Pangeran H. Umar dengan berat hati bersedia menghentikan perlawanannya dan selanjutnya menghindar dari Alam Kerinci untuk melanjutkan perjuangan. Di lain pihak, sebagian besar daerah Jambi saat itu telah di duduki dan di kuasai Belanda, sedangkan Pangeran H. Umar bersikukuh tetap melanjutkan perjuangan dan tidak mau menyerah kepada Belanda. Dalam kondisi batin terpukul dengan beban yang sangat berat, keadaan tersebut semakin diperberat karena saat melakukan pertempuran dengan Belanda di Pungut, seorang putrinya ikut gugur dalam medan pertempuran.  

 

SYAHIDNYA SANG MACAN GERILYA

 

Akhirnya secara diam-diam Pangeran H. Umar dan Pangeran Mudo bersama sisa pasukannya melakukan gerakan mundur dari Alam Kerinci melalui Sanggaran Agung terus ke Cermin Kaca turun ke Bangko berbulan-bulan keluar masuk hutan belantara menelusuri kaki bukit Punggung Parang menuju Pemunyian. Dengan mundurnya Pangeran Haji Umar dan Pangeran Mudo serta pasukannya, maka praktis tidak lagi terdengar perlawanan dan pertempuran di Alam Kerinci, Belandapun dengan leluasa menguasai Alam Kerinci dengan aturan yang kemudian dirasa sangat mencekik rakyat.

 

Dalam pada itu  Pangeran Haji Umar dan Pangeran Mudo setelah bergabung kembali bersama Pangeran Diponegoro dan Ratumas Sina di Pemunyian menyusun kekuatan baru. Namun dalam masyarakat Kerinci disepakati oleh semua pihak para ulama, tokoh adat dan hulubalang disebar berita bahwa Pangeran Haji Umar dan Pangeran Mudo telah melarikan diri ke Malaysia.

 

Diusia yang makin renta 87 tahun, kekuatan pasukan kembali coba dibangun dan dibesarkan kembali di Pemunyian, namun usaha tersebut tercium oleh antek-antek Belanda. April 1907. Disanalah Pangeran Haji Umar Puspowijoyo, Pangeran Seman Jayanegara, Pangeran Diponegoro terkepung hebat dalam pertempuran yang tidak seimbang. Pangeran Haji Umar Puspowijoyo, Pangeran Seman Jayanegara, Pangeran Diponegoro ahirnya tewas meregang nyawa, gugur sebagai syuhada ditembus oleh peluru senapan yang dipegang dan diletuskan oleh Belanda asli dan Belando hitam.

 

Di lokasi pertempuran Pemunyian keesokan harinya ditemukan oleh penghulu Muaro Bungo (Sutan Gandam) seorang wanita dalam keadaan terluka parah  diantara mayat yang bergelimpangan. Wanita tersebut adalah Ratumas Sina, kemudian ditangkap Belanda dan setelah sembuh dari luka parahnya dibuang ke Lumajang Jawa Barat.

 

 

SRIKANDI JAMBI RATUMAS SINA YANG TERLUPAKAN


https://youtu.be/NJeYX2RS75k

Ratumas Sina lahir di Kampung Pudak, Kumpeh pada tahun 1887, adalah putri tunggal zuriat pernikahan Datuk Raden Nonot (nama sebenarnya belum ditemukan) dari Suku Kraton dengan Ratumas Milis binti Pangeran Mat Jasir. Ratumas Sina adalah saudara sepupu Ratumas Zainab, sejak bayi sehingga masa kanak-kanak dibesarkan dalam kawasan perkebunan  di Paal 8 belakang kampung Pudak. Diawal tahun 1900 memasuki usia 13 tahun Ratumas Sina dinikahkan dengan salah seorang cucu dari Pangeran Poespo dari kerabat ibunya Permas Kadipan yang beraja di Merangin. Suaminya (belum diketahui namanya) adalah salah seorang anggota pasukan berani mati dibawah komando Wakil Panglima Perang wilayah Merangin (Pangeran Haji Umar) yang juga adalah paman dari Ratumas Sina.

 

Setelah pernikahan tersebut, dimulailah babak baru kehidupan Ratumas Sina mengikuti suaminya berjuang bersama Pangeran Haji Umar sebagai pasukan komando. Pasukan Pangeran Haji Umar sangat disegani dan ditakuti oleh pasukan Belanda karena kemampuan perang gerilya yang taktis dan mematikan dengan salah satu ciri khas senantiasa melakukan penyerangan dimalam hari. Kelompok pasukan ini bergerak dinamis dalam hutan belantara yang lebat antara Merangin sampai ke daerah ulu Muaro Tebo. Belum genap satu tahun pernikahannya 1902, suami Ratumas Sina gugur dalam sebuah serangan terhadap markas pasukan Belanda di Sungai Alai oleh pasukan Pangeran Haji Umar.  

Dalam serangan pasukan Pangeran Haji Umar tersebut banyak serdadu Belanda berhasil dibunuh,  ratusan senjata serta amunisi (misiu) berhasil dirampas untuk digunakan menyerang serdadu Belanda dikesempatan penyerangan berikutnya.

 

Pimpinan pasukan Belanda di Sungai Alai marah besar terhadap Pangeran Haji Umar dan pasukannya memperlakukan mayat suami Ratumas Sina dengan biadap dengan kekejaman yang luar biasa. Kedua tangan mayat dibentangkan pada sebatang kayu serta dipaku serta kulit kepalanya dikocek diletakkan dihaluan sebuah kapal, dipamerkan kepada halayak ramai. Tindakan biadap tersebut dilakukan serdadu Belanda untuk memukul mental rakyat yang membantu perjuangan serta untuk memancing emosi Pangeran Haji Umar dan pasukan agar keluar dan melakukan untuk perlawanan terbuka. Atas pertimbangan untuk perjuangan yang lebih besar Pangeran Haji Umar dan pasukan tidak terpancing dan meneruskan perjalanan menerobos belantara hutan. Sampai saat ini tidak seorang pun yang mengetahui akhir dari nasib yang dialamai mayat suami Ratumas Sina, tak seorangpun yang tahu berapa lama mayat beliau disiksa serta tak juga diketahui dimana pusara atau kuburnya.

 

Dengan ditangkap dan disiksanya mayat suami Ratumas Sina tersebut, justeru semakin membakar semangatnya untuk terus berjuang mengusir penjajah Belanda. Bersama pamannya Pangeran Haji Umar Puspowijoyo, Pangeran Seman Jayanegara, Pangeran Diponegoro (Raden Hamzah) dan pasukan, Ratumas Sina keluar masuk hutan belantara. Setelah penyerangan di Sungai Alai pasukan ini secara berkala terus melakukan serangan mendadak terhadap kedudukan-kedudukan penting serdadu Belanda, antara Ulu Tebo, Muaro Bungo samapai ke Merangin, dalam setiap serangan gerilya yang dilakukan berahir dengan terbunuhnya beberapa serdadu Belanda. Selama mengikuti pergerakan pasukan gerilya tersebut, Ratumas Sina berkesempatan mempelajari ilmu seni bela diri dan ilmu-ilmu kesaktian kanuragan dari paman Pangeran Haji Umar, Pangeran Seman dan Pangeran Diponegoro serta hulubalang-hulubalang tangguh lainya.

 

Dipenghujung 1904, ketika Pangeran Haji Umar dan pasukan berada disekitar pedalaman batas Muaro Bungo dan Merangin, dating beberapa orang hulubalang utusan dari Alam Kerinci yang menyampaikan berita tentang kelicikan Belanda sehingga wakil Panglima Perang daerah Alam Kerinci (Depati Parbo) tertangkap dalam sebuah jebakan yang dirancang Belanda dan anteknya tuan Regent. Mendengar kabar tersebut Pangeran Haji Umar, Pangeran Seman (Pangeran Mudo) dan Pangeran Diponegoro serta hulubalang dan pasukannya bersama beberapa hulubalang dari Alam Kerinci menyusun rencana penyerangan terhadap kedudukan serdadu Belanda dan tuan Regent di Alam Kerinci.

 

Dalam perundingan tersebut disepakati Pangeran Haji Umar, Pangeran Seman dan hulubalang asal Alam Kerinci serta sebagian sisa pasukan akan bergerak naik ke Alam Kerinci, sementara Pangeran Diponegoro, Ratumas Sina dan sisa pasukan mundur kepedalaman kearah yang disepakati menjauh dari daerah-daerah yang telah dikuasai serdadu Belanda. Pasukan Pangeran Diponegoro, Ratumas Sina juga diperintahkan untuk mengurangi serangan gerilya terhadap kedudukan serdadu Belanda di sekitar Merangin dan Muaro Bungo. Mengingat kekuatan pasukan sudah terbagi, penyerangan hanya dilakukan apabila sangat perlu dan diperkirakan menang dengan telak, serta serdadu Belanda berada jauh dari balabantuan. Pangeran Diponegoro dan Ratumas Sina juga mendapat tugas memperkuat pasukan dengan merekrut para pendekar-pendekar dan orang-orang pilihan disekitar Muaro Bungo dan Tanah Sepenggal yang bersedia bergabung melanjutkan perlawanan terhadap penjajah Belanda. Dalam perjalananya Pangeran Diponegoro dan Ratumas Sina beserta pasukan menuju suatu tempat yang tersembunyi diperbatasan antara Muaro Bungo dan Alam Kerinci yang kemudian disebut dengan Pemunyian, disanalah dilakukan penggalangan kekuatan baru.

 

 

 

Akhir Kehidupan Ratumas Sina

 

Takdir perjalanan hidup anak manusia memang tak dapat direncanakan dan tak seorangpun yang tahu pasti,  7 tahun di Lumajang sebagai manusia buangan penjajah, Ratumas Sina ahirnya dilamar menjadi isteri oleh Sutan Gandam, seorang penghulu di Muaro Bungo dari suku Minang (Padang) pada masa penjajahan Belanda. Sutan Gandam adalah duda dengan beberapa orang anak yang telah menemukan Ratumas Sina bersimbah darah di medan pertempuran Pemunyian. Jadilah Ratumas Sina janda kembang orang buangan Belanda itu sebagai isteri Sutan Gandam diusianya terhidung masih muda yaitu 27 tahun dan selanjutnya diboyong pulang oleh suami dari tanah pembuangan.

 

Malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih, kiranya pernikahan tersebut sangat ditentang oleh anak-anak Sutan Gandam, belum satu tahun pernikahannya Ratumas Sina diasingkan suaminya ketengah hutan di Muaro Bungo agar terjauh dari siksaan jasmani dan batin yang dibuat oleh anak-anak tirinya. Ditengah hutan lebat itu Ratumas Sina sendiri tertatih tatih merajut harapan, namun wanita pendekar yang pernah menjadi pejuang sejak usia belia itu tak pernah menyalahkan orang lain, hanya kepada Allah SWT tempat ia berserah diri dan tawakkal. Berbulan-bulan dalam kesendirian dikebun tidak membuatnya putus asa Ratumas Sina telah tertempah dengan baik oleh pengalaman selama 7 tahun dalam perjuangan bersama Pangeran Haji Umar, Pangeran Seman, Pangeran Diponegoro dan pasukan. Perutnya terbiasa diisi dengan makan pucuk-pucuk kayu kayan, buah-buahan hutan dan umbi-umbian liar yang boleh dimakan dan banyak dijumpai dalam hutan belantara, hidupnya terbiasa dalam belantar hutan.

 

Disuatu hari ketika menjelang waktu dzuhur, ketika Ratumas Sina menumbuk cabe dengan sebatang kayu untuk membuat sambal diatas sebuah batang kayu besar yang telah roboh, ia pandangi langit. Didapatinya suatu keanehan pada langit, pada langit terbentuk sebuah lobang besar yang memancarkan sinar yang tidak pernah ia lihat sebelumnya, hatinya membatin mungkin inilah pintu langit yang terbuka itu.  Sejak itulah secara perlahan rezekinya diperoleh secara perlahan, kebun yang dibangun menjadi dan apapun yang diusahakan memberikan hasil yang diluar dugaan banyaknya. Kekayaan dan harta dunia miliknya mulai berlimpah, satu persatu orang-orang yang membenci dan membuangnya mulai merapat, seiring waktu jadilah Ratumas Sina sebagai salah seorang yang terkaya di Muaro Bungo.  “Srikandi” itu telah kembali kehadirat Allah SWT, diusia 80 tahun.

 

 

Sumber :

Perjuangan Rakyat Kerinci, Dpt. Alimin

Dialog sejarah yang diselenggarakan oleh Museum Perjuangan Rakyat Jambi pada 12 Juli 2012

Sabaruddin Akhmad, Srikandi dan Wira KadipanDalam Perlawanan Terhadap Penjajahan Belanda (www.sabarudin6kadipan.blogspot.com/2014/11/srikandi-dan-wira-kadipan-dalam.html)